Syahadat on the road - Di sebuah kota kecil, tinggal sebuah keluarga kecil. Keluarga
tersebut terdiri dari ayah, ibu, seorang anak berusia lima tahun bernama
Brian dan kakek. Bisa dikatakan, keluarga ini adalah keluarga yang
sibuk. Walau begitu, mereka selalu menyempatkan waktu untuk makan malam
bersama. Mereka selalu makan di meja yang sama, sama seperti keluarga
pada umumnya.
Pada suatu hari, saat usia sang kakek makin menua, pandangannya mulai
rabun. Tangannya yang renta mulai goyah saat mengangkat benda.
Rutinitas makan malam yang biasanya lancar dan menyenangkan jadi berantakan karena ulah sang kakek. Beberapa kali dia menumpahkan minuman, sehingga taplak meja menjadi kotor. Belum lagi jika makanan yang dia ambil berceceran di lantai, anak laki-lakinya dan menantu perempuannya jadi kesal karena harus berkali-kali membersihkan meja dan lantai setelah makan malam.
Akhirnya suami istri tersebut sepakat untuk memisahkan sang kakek dari meja makan. Dibuatlah sebuah meja kayu kecil dan sebuah bangku kayu untuk sang kakek. Meja makan dan kursi itu diletakkan di pojok ruangan yang jauh dari meja makan utama. Di sana sang kakek makan dan tidak pernah lagi duduk bersama anak, menantu dan cucunya.
Sadar bahwa dirinya sudah tua, kakek itu menerima apa yang diinginkan anaknya. Dia makan tanpa mengeluh atau protes karena mejanya dipisah. Walaupun ada makanan yang masuk ke dalam perutnya, batin sang kakek merintih, karena dia tidak bisa lagi mendengar tawa dan canda dari cucunya saat makan. Sesekali ada air mata yang menggenang di pelupuk mata sang kakek. Tetapi dia tidak ingin menyusahkan anaknya, sehingga dia selalu mengelap air mata itu sebelum meluncur ke pipinya yang keriput.
Tiba saat akhir pekan, dimana keluarga kecil itu bercanda dan bersenda gurau di taman belakang. Brian yang lincah dan ceria berlarian di taman belakang ditemani ayah dan ibunya. Sedangkan sang kakek sedang membaca koran di dalam rumah. Bocah lima tahun itu mengumpulkan ranting-ranting kayu dan bongkahan kayu sambil bernyanyi-nyanyi riang.
Seperti bocah pada umumnya, Brian senang menyanyikan lagu yang diajarkan di taman kanak-kanak.
“Brian, untuk apa kamu mengumpulkan ranting dan kayu itu?” tanya sang ayah.
Sang bocah menjawab dengan ceria, “Aku menabung, ayah,”
“Menabung kayu untuk apa?” tanya sang ayah yang heran.
“Kalau aku sudah besar nanti, aku akan membuatkan meja makan dan kursi kayu untuk ayah dan ibu, seperti yang ayah ibu buatkan untuk kakek,” ujar sang bocah dengan polos.
Mendengar jawaban Brian, suami dan istri itu merasa berdosa dan bersalah telah mengucilkan sang kakek. Mereka sadar, saat mereka tua nanti, mereka ingin satu meja makan dengan Brian, tidak dipisahkan oleh meja kecil di pojok ruangan.
Dengan air mata berlinang, sang suami dan istrinya meminta maaf kepada sang kakek. Sejak malam itu, kakek kembali makan di meja makan bersama. Jika ada minuman yang tumpah atau makanan yang berceceran, suami dan istri itu tidak mempermasalahkannya lagi.
Mereka membersihkannya dengan tulus, mereka ingat bahwa saat kecil dulu, mereka juga makan berceceran dan dibersihkan dengan tulus oleh orang tua mereka. [resi Mayasari]