Rabu, 26 Desember 2012

Mengetahui Posisi Diri Kita

oleh: Muh. Nurfadli

Syahadat on the road - Setiap kita pasti pernah berdialog dengan diri kita sendiri. Mungkin terjadi saat kita dihadapkan oleh dua pilihan yang sulit. Atau barangkali ketika kita telah melakukan sebuah tindakan yang itu kita sadari salah. Atau ketika kita duduk terdiam tak melakukan apapun, seringkali kita berdialog dengan diri kita sendiri tentang berbagai hal, tentang segalanya. Kita menempatkan diri kita sebagai penasihat dari diri kita sendiri.

Tentang hal ini, ada tiga kondisi kita menempatkan diri kita sendiri. Pertama, orang yang menjadikan dirinya tidak berharga.Kedua, orang yang menjadikan dirinya raja. Ketiga, orang yang membebaskan dirinya sendiri dan menjadikannya teman. Tiap tiap orang memiliki pertimbangan tersendiri akan kondisi yang dipilihnya, dan tentunya akan memperoleh konsekuensi yang berbeda pula. Seseorang dapat memilih kondisi bagi dirinya sendiri dalam waktu yang singkat, maupun ada pula yang memilih sebuah kondisi dalam waktu yang lama.

Pertama adalah orang yang menjadikan dirinya tidak berharga. Kondisi ini ketika kita mengkondisikan diri kita berada pada posisi terendah.  Kita menganggap bahwa diri kita sangat layak disuruh dan diperintah. Disamping kita juga mengkondisikan diri kita tak layak untuk mengatur sesuatu, tak layak untuk bertanya, tak layak untuk berbuat. Kondisi ini merupakan kondisi yang merugikan. Ia tak mampu memberikan harga bagi dirinya sendiri. Sehingga martabat dan kehormatan tak mampu dibangun. Jadilah ia orang yang terhina. Ia memposisikan dirinya sebagai sesuruhan yang mau disuruh apa saja, meski disuruh untuk perbuatan tercela sekalipun. Bila ini terjadi, mari kita simak firman Allah SWT, “Dan janganlah kamu mentaati perintah orang-orang yang melewati batas”(Asy-Syuara : 151). Maka apakah yang didapat pada kondisi ini selain kehinaan? 

Kedua adalah orang yang menjadikan dirinya bak raja. Kondisi ini merupakan kebalikan dari kondisi yang pertama. Kondisi yang kedua ini seseorang tak mampu menyelisihi nafsu dalam dirinya. Ia diperdaya oleh akalnya sendiri. Sehingga ia banyak berbuat semena-mena. Ia akan menjadikan dirinya “paling” dibanding dengan yang lain. Seseorang yang berada pada kondisi ini sering kali tertipu dengan dirinya. Ia tertipu dalam membedakan antara ‘panggilan hati’ dengan ‘panggilan nafsu’. Kerap kali ‘panggilan hati’ ia anggap dan ia yakini sebagai ‘panggilan nafsu’. Begitu juga sebaliknya, ‘panggilan nafsu’ ia anggap dan ia yakini sebagai ‘panggilan hati’. Jadilah ia sebagai orang yang congkak, sombong, selalu membanggakan dirinya sendiri, dan bertingkah laku dengan perilaku yang melewati batas. 

Pada hakikatnya orang yang seperti ini pun tak jauh berbeda pada kondisi  pertama. Ia akan hidup dalam kegelimangan tapi ia terhina. Ia mengangkat dirinya jauh keatas, namun jatuh seketika. Maka apa yang akan dirasakan olehnya selain rasa sakit??. Allah menjelaskan bahwa dalam kondisi seperti ini, kita akan lebih dekat dengan syaithan. Bahkan sangat memungkinkan diri kita menjadi teman-teman syaithan. Allah berfirman, “Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” (Al Isra : 27). Alangkah kecewanya bila kita manjadi teman syaithan. Maka apa yang didapat oleh seseorang pada kondisi ini selain dari penyesalan?

Ketiga adalah orang yang membebaskan dirinya, dan ia menjadikannya teman. Pada kondisi ini ia berdampingan dengan dirinya sendiri. Tak menjadikannya hina maupun tak pula menjadikkannya raja. Ia mendengar semua panggilan dari dirinya. Namun ia memeriksanya, adakah ia panggilan hati atau panggilan nafsu. Pada kondisi ini ia sangat berhati-hati dalam menjalankan sesuatu. Ia memiliki tolak ukur yang jelas bagi setiap panggilan dari dirinya sendiri. Ukuran itu adalah Al-qur’an dan sunnah Nabi. Ketika panggilan tersebut menyelisihi Al-Qur’an ia pun menolaknya. Dalam kondisi ini seseorang berada pada kedewasaan yang hakiki. Yakni ketika ia berbuat sesuai kehendak Allah lewat petujuk Al-Qur’an dan sunnah Nabinya. Kondisi pun membuat kita merdeka dari perbudakan hawa nafsu. Maka apakah yang akan diterima seseorang pada kondisi ini selain dari kehormatan dan martabat yang baik??

Senin, 17 desember 2012



Jangan Lupa Komennya ya..!!! ^^