oleh: Muh. Nurfadli
Dari Anas ra., sesungguhnya ada seorang Badui bertanya kepada
Rasulullah SAW: “Kapankah hari kiamat?” Rasulullah SAW balik bertanya: “Bekal
apa yang telah kau siapkan untuk menghadapinya?” Ia menjawab: “Aku tidak
mempersiapkannya dengan banyak shaum ataupun sedekah, tetapi aku mencintai
Allah dan Rasul-Nya.” Beliau bersabda: “Kamu akan bersama-sama dengan orang
yang kamu cintai (nanti di akhirat)” (HR. Bukhari dan Muslim)
Syahadat on the road - Setelah membolak-balik kitab
Riyadush Shalihin, saya menemukan hadist ini. Hadist yang sudah sangat familiar
bagi kita. Namun saya yakin, kita hanya mengetahui penggalan terakhirnya saja.
Yakni ketika Beliau SAW bersabda “Kamu
akan bersama-sama dengan orang yang kamu cintai (nanti di akhirat)”. Tapi
itu tidak mengurangi muatan dari maksud hadist yang ingin disampaikan, jadi
sah-sah saja.
Seketika saya berfikir. Dialog
yang terjadi di sini merupakan dialog yang menarik. Dialog antara seorang Nabi
dan seorang arab Badui. Dalam dialog tersebut seorang arab Badui datang kepada
Rasulullah dengan membawa pertanyaan besar. Sebuah pertanyaan tentang hari
kiamat. Pertanyaan retoris sebenarnya, karena memang hanya Allah yang tahu
kapan kiamat terjadi. Tapi, begitulah perangai Rasulullah SAW. Ia tidak akan
menyia-nyiakan siapapun yang ingin berinteraksi dengan Islam. Meskipun itu
seorang arab Badui. Untuk kalangan Badui, pertanyaan tadi memang pertanyaan
yang besar. Dalam menyikapinya Rasul tidak serta merta mengatakan jawaban
sebenarnya, karena Rasulullah SAW tahu apa yang sebenarnya dibuthkan oleh si
arab Badui tadi. Rasulullah justru balik bertanya, “Bekal apa yang telah kau siapkan untuk menghadapinya?”. Pertanyaan
ini dijawab dengan polos dan apa adanya oleh sang arab Badui tadi. Ia mengatakan,
“Aku tidak mempersiapkannya dengan banyak
shaum ataupun sedekah, tetapi aku mencintai Allah dan Rasul-Nya”.
Kata-kata yang membuat keimanan
ini bangkit adalah perkataan si arab Badui “...tetapi
aku mencintai Allah dan Rasul-Nya”. Kita tidak mengetahui seberapa
kecintaan arab Badui tadi kepada Allah dan Rasulullah SAW. Tapi ia mampu
mengucapkannya degan jujur di hadapan Rasulullah. Dan Rasul SAW menjanjikan
kepadanya -juga kepada kita semua- bahwa, “Kamu
akan bersama-sama dengan orang yang kamu cintai (nanti di akhirat)”. Sebuah
janji yang melegakan. Kita sebenarnya patut berterima kasih kepada si arab
Badui ini atas dialog singkat dengan Rasulullah. Dengan dialog tersebut kita
mendapat sebuah janji yang membuat harapan indah di akhirat kelak.
Pada intinya adalah sudah sejauh
mana cinta kita kepada Allah dan Rasulullah SAW. Sudah patutkah aktivitas kita
sehari hari memberikan kita predikat cinta kepada Allah. Apakah kita telah
memberikan ciri-ciri yang mencintai kepada yang dicinta? Sungguh sangat besar
persoalan ini. Karena seperti yang dikatakan oleh si Badui “Aku tidak mempersiapkannya dengan banyak
shaum ataupun sedekah”, mungkin seperti itu juga diri kita. Tak banyak
amalan amalan yang mampu dijadikan amalan unggulan dihadapan Allah. Namun dari
sekian banyak kelemahan amal kita, jangan sampai yang terakhir ini hilang dari
diri kita. Jangan sampai rasa cinta kita pada Allah dan Rasulullah SAW hilang.
Jangan sampai lemahnya amal kita membawa pada kita membenci Allah dan
Rasul-Nya. Selemah-lemahnya kita, rasa cinta itu harus tetap ada. Karena
apalagi yang akan kita nantikan selain berkumpulnya kita bersama Rasulullah SAW
dan para sahabatnya di akhirat nanti
lantaran kita kecintaan kita pada Rasulullah SAW.
Cintailah Allah setahap demi setahap. Cintailah Rasulullah SAW sedikit
demi sedikit. Cintailah keduanya dengan isqomah. Maka kita akan berkumpul
dengan cinta terkasih di hari yang kita sangat butuh bantuan sang dicinta.
Semoga kita mendapat rahmat.
Jum’at, 21
Desember 2012