oleh : Muh. Nurfadli
Syahadat on the road - Kita pasti telah sering mendengar
kisah antara batu dan air. Yakni sebuah kisah ketika air mampu menciptakan
lubang pada sebuat batu. Ada sebuah pertanyaan yang seharusnya menggelitik akal
kita, “Mengapa air yang sedemikian lembut mampu melubangi sebuat batu yang
keras?” tahu jawabannya?. Jawaban kenapa air sanggup melubangi batu, adalah karena
air mampu memelihara keistiqomahan untuk jatuh di tempat yang sama pada sebuah
batu dimana ia jatuh. Sehingga ia mampu melubangi batu tersebut, kedatipun air
memiliki sifat yang berkebalikan dari batu. Batu itu keras sedangkan air itu
lembut.
Istiqomah. Kata kuncinya adalah
pada sebuah kata Istiqomah. Sebuah kata yang sering sekali kita dengar, namun
memerlukan kemantapan hati dalam mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Istiqomah berarti teguh, senantiasa berpegang padanya, tetap pada jalurnya, dan
kokoh. Dalam al-qur’an setidaknya ayat yang menyinggung tentang istiqomah disebutkan sebanyak lebih dari 25
ayat. Dalam salah satu ayat di surat Ali-Imran,
“Tidak ada doa mereka selain
ucapan: ‘Ya Tuhan Kami, ampunilah
dosa-dosa Kami dan tindakan-tindakan Kami yang berlebih-lebihan dalam urusan
kami dan tetapkanlah pendirian Kami, dan tolonglah Kami terhadap kaum yang
kafir"(Ali Imran : 147). Kata “wa
tsabbit” (dan tetapkanlah) merupakan kata-kata yang mencerminkan harapan
akan sebuah sifat istiqomah. Istiqomah yang dilakukan tentunya istiqomah pada
hal-hal yang baik dan diridhoi oleh Allah SWT. Sepeti yang dapat kita baca
secara gamblang pada teks firman Allah di bawah ini.
“Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan
kepadamu.” (Hud: 112).
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: ‘Tuhan kami adalah Allah’,
kemudian mereka tetap istiqomah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan
mereka tiada berduka cita.”
(Al Ahqaf: 13-14)
Rasulullah bersabda, “Katakanlah, aku beriman kepada Allah, kemudian
berpegang teguhlah (istiqomahlah) kamu dalam pendirian itu.” (HR. Muslim)
Dalam firman Allah di atas, Allah
memerintahkan kita untuk senantiasa berada pada jalan yang benar, yakni
mengikuti perintah Allah seperti yang Rasulullah ajarkan kepada kita. Sebagai
seorang guru, kita senantiasa memberi pendidikan secara jujur dan menjada
nilai-nilai keislaman. Sebagai seorang murid kita menuntut ilmu dengan
sebaik-baiknya dan meninggalkan praktek curang(mencontek). Sebagai seorang
pejabat kita tidak mengizinkan praktek suap-menyuap, dan lain sebagainya.
Setelah kita berada pada jalan
yang benar maka Allah menyuruh kita untuk tetap pada jalan itu. Tidak melenceng
sedikitpun, tidak miring dan berhasrat untuk memilih jalan lain selain pada
jalan yang benar. Dengan memahami hal tersebut, sifat istiqomah merupakan sifat
yang penting bagi diri kita untuk menggapai kehidupan yang sukses di dunia
maupun di akhirat.
Dengan keistiqomahan dalam
memegang apa yang Allah perintahkan kepada kita, kita tidak akan mampu
diperdaya oleh gangguan yang melenakan. Dengan keistiqomahan maka akan timbul
wibawa dan inner beauty yang terpancar dari setiap gerak langkah kita. Dengan
keistiqomahan akan muncul ketenangan yang berakibat pada kemampuan kita mencari
makna/hikmah dalam setiap kejadian di dunia ini. Sehingga setiap permasalahan dalam
hidup ini mampu kita selesaikan secara tegas dan tidak berlarut-larut. Dan yang
paling penting adalah Allah SWT menggaransi kepada setiap muslim yang
beristiqomah pada jalan kebenaran dengan diberikan ‘ketidakkahawatiran’ dan
‘terlepas dari duka cita’ dari berbagai ujian hidup di dunia. Ia layaknya batu
karang di lautan yang tetap tegar berdiri, kokoh, dan tak bergeming meski
kuatnya gelombang dan ombak lautan menghempasnya. Begitu pentingnya Istiqomah
ini dalam kehidupan kita, sehingga Rasulullah SAW pun menegaskan bahwa setelah
kita beriman, maka BERISTIQOMAHLAH.
Nah, berkaca dari ilustrasi di
awal dan sikap kita sehari-hari. Adakah keistiqomahan dalam memegang hukum
Allah bersemayam pada diri kita? Adakah setiap kebenaran yang kita usung
benar-benar kita usung dengan tegar dan tetap pada pendirian? Adakah kita telah
mampu bersikap seperti air yang melubangi kerasnya batu? Adakah kita seperti
karang di lautan yang tetap kokoh melawan kuatnya hempasan gelombang? Mari kita
tanya dalam diri kita. Karena yang paling mengetahui diri kita adalah kita
sendiri dan Allah tentunya. Wallahua’lam bishshowwab.