Jumat, 11 Mei 2012

Proyek Membumikan Al Qur'an

Syahadat on the road- Mas Ippho Santosa berkata yang intinya: “Otak kanan adalah gerbangnya otak bawah sadar. Otak kanan cenderung membayangkan; apa yang Anda bayangkan berulang-ulang akan masuk ke dalam alam bawah sadar Anda“. Ketahuilah, bahwa sesuatu yang masuk ke alam bawah sadar akan berjalan secara otomatis tanpa perlu dipikirkan.

Inilah kenapa Al-Quran begitu penting untuk ditadabburi, agar menghafal menjadi lebih mudah, karena melibatkan otak kanan yang notabene merupakan pintu gerbang pikiran bawah sadar. Singkatnya begini: “Menghafal menjadi lebih mudah ketika kita membayangkan apa yang dihapal!”. Kebanyakan orang menghafal Al-Quran dengan cara konvensional; yaitu dengan terpaku kepada lafazh tanpa berusaha menyentuh makna. Harus dibedakan antara makna dan arti! Boleh jadi seseorang paham artinya, namun tidak berusaha memahami makna yang ada dibalik arti.

Jika tadi dikatakan bahwa otak kanan itu cenderung membayangkan, maka otak kiri cenderung memikirkan. Percaya atau tidak, menghafal Al-Quran dengan cara memikirkan lafaz-lafaznya tidak semudah menghafal dengan memahami maknanya (mentadabburi) terlebih dahulu.
Beberapa Perangkat Mentadabburi Al-Quran:
  1. Al-Quran terjemah
  2. Buku Asbabun Nuzul (Sebab-sebab diturunkannya ayat), dan
  3. Buku Tafsir Al-Quran
Mentadabburi berbeda dengan menafsirkan; letak perbedaannya ada pada pengetahuan kita tentang makna. Tadabbur adalah mengetahui makna Al-Quran secara ijmaliy (global), sedangkan Tafsir secara tafshiliy (terperinci), itu yang pertama. Kedua, menafsirkan membutuhkan syarat-syarat khusus, supaya tidak melampui maksud Allah Swt yang tersirat di dalam ayat. Adapun tadabbur tidak membutuhkan syarat-syarat khusus, cukup memahami makna ayat secara umum dengan husnul qasdi (itikad yang benar dan baik). Allah berfirman: “Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?”. Ketiga, seringkali tafsir dimaksudkan hanya untuk sekedar mengetahui makna, sedangkan tadabbur dimaksudkan untuk mengambil manfaat dari ayat dan mengaplikasikannya ke dalam kehidupan agar berbuah perangai yang baik, amal shalih dan keimanan.

Salah satu contoh bentuk tadabbur ayat Al-Quran:
Di Al-Quran banyak sekali terdapat potongan ayat “Innallaha yuhibb…”  “innallaha laa yuhibb…” yang berarti “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang…” dan “Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang…”. Anda dapat mengambil secarik kertas dan menulis ayat-ayat tersebut setiap kali Anda mendapatkannya. Bagian depan kertas Anda tulis dengan ayat “Sesungguhnya Allah menyukai…” dan bagian yang lain Anda tulis dengan kebalikannya.

Tempel kertas itu di dinding kamar atau rumah Anda, dan pastikan kertas itu menjadi sarana untuk evaluasi diri. Apakah hari ini kita sudah melakukan apa yang Allah sukai? Dan apakah hari ini kita sudah menjauhi apa yang Allah tidak sukai?

Dengan cara tersebut, semoga Al-Quran tidak hanya menjadi penghias suara kita, tapi juga dapat menjadi amal nyata. Kenapa mesti ada amal nyatanya? Sekarang saya ingin bertanya, dapatkah Anda membayangkan rumah yang penuh tikus? Bagaimana cara mengusir tikus-tikus itu? Banyak cara, salah satunya dengan menempel poster kucing dimana-mana. Anda yakin dengan cara itu berhasil? Mungkin saja, sekali atau dua kali tikus akan takut, tapi kemudian Anda akan dapati tikus itu menari-nari di atas poster kucing, kenapa? Dan saya yakin Anda tahu jawabannya.

Sesungguhnya setan tidak pernah takut kepada banyaknya hafalan seorang muslim! Tapi setan hanya takut dengan hafalan yang berwujud ke dalam keseharian seorang muslim. Pengaruhnya terlihat dalam tutur kata dan tingkah lakunya. Muslim seperti inilah yang ditakuti setan dan mengancam eksistensinya. Inilah salah satu alasan kenapa tadabbur itu penting, alasan lainnya adalah, agar hafalan kita menjadi lebih kuat.

Pintu Masuk Lain
Ada pintu lain untuk masuk ke dalam pikiran bawah sadar. Apa itu? Dan saya yakin Anda sudah tahu! Pengulangan! Yang pengulangan! Pengulangan dalam menghafal Al-Quran biasa dikenal dengan istilah Muraja’ah. Banyak orang tergesa-gesa menghafal Al-Quran dengan harapan supaya cepat hafal semuanya. Hal ini sulit, kenapa? Karena memang aturan otak memungkinkan seseorang untuk cepat lupa, Sebagian besar memori menghilang dalam hitungan detik. Di sinilah pentingnya Muraja’ah atau mengulang. Semakin seseorang mengulang, semakin mudah dia melantunkan bacaan Al-Qurannya, tanpa perlu berfikir “bagaimana bunyi ayat selanjutnya?”

Hal ini dapat dicontohkan dengan seorang anak yang berusaha belajar sepeda. Pada mulanya ia akan merasa kesulitan, ia akan sering melihat pedal sepedanya, apakah kakinya pas berada di atas pedal atau tidak, begitu pula ketika mengendalikan stang sepeda, mulanya ia akan merasa kaku. Seiring berjalannya waktu, ia tidak perlu lagi repot melihat ini dan itu, semuanya berjalan secara otomatis. Cara mengemudikan sepeda sudah tersimpan di dalam alam bawah sadarnya. Kaki dan tangannya bergerak secara otomatis tanpa perlu dipikir lagi.
Jangan remehkan pengulangan! Tahukah Anda bahwa Islam mengajarkan kita bahwa pengulangan itu penting? Rasulullah Saw bersabda: “Jangan menganggap remeh terhadap perbuatan sekecil apa pun, sekalipun hanya menyalami saudaramu dengan wajah yang cerah.” (HR. Muslim)
Dalam surat 24 ayat 15 yang artinya “Dan kamu menganggapnya ringan saja, padahal dia pada posisi Allah adalah besar”.

Perhatikan juga dzikir kita; kalimat Tasbih dan sebagainya. Kenapa kita diperintah untuk mengucapkannya berulang-ulang? Pasti ada hikmahnya bukan?
Seberapa banyak kita mengulang lebih penting dari seberapa banyak kita menjejal pengetahuan ke dalam otak, karena manusia berubah bukan karena banyaknya pengetahuan. Kita adalah apa yang kita lakukan berulang-ulang, dan Aristoteles menegaskan lewat ungkapannya “keunggulan adalah sebuah kebiasaan”, dan kebiasaan tidak lain adalah hasil dari pengulangan. Karenanya ada pepatah “pratice make perfect“, bisa karena terbiasa.

Kesimpulannya, supaya kita terbiasa, kita butuh pengulangan dalam hal apapun itu, termasuk dalam menghafal Al-Quran. Dari sini sangat tidak diharapkan jika ada seorang muslim yang berkata “Saya sudah tahu”. Pengulangan akan membuat Anda bertindak. Pengulangan juga menambah pemahaman baru. Jadi hal terpenting adalah bukan sudah tahu atau tidaknya, tapi mau atau tidak diingatkan (mengulang kembali).

Tentukanlah visi Anda dari menghafal Al-Quran, singkatnya adalah, tanyakan pada diri Anda “Mau diapakan Al-Qurannya kalau sudah di hapal?”. Ingatlah bahwa Setiap perkataan dimaksudkan untuk dipahami makna-maknanya, bukan untuk sekedar dihafal, dan Al-Quran lebih utama untuk dipahami (ditadabburi) makna ayat-ayatnya sebelum perkataan lainnya. Terakhir, Jangan jadikan Al-Quran hanya sebagai buku yang banyak beredar, namun jarang dipahami!.(dakwatuna)





Jangan Lupa Komennya ya..!!! ^^