Inilah
kenapa Al-Quran begitu penting untuk ditadabburi, agar menghafal
menjadi lebih mudah, karena melibatkan otak kanan yang notabene
merupakan pintu gerbang pikiran bawah sadar. Singkatnya begini: “Menghafal menjadi lebih mudah ketika kita membayangkan apa yang dihapal!”.
Kebanyakan orang menghafal Al-Quran dengan cara konvensional; yaitu
dengan terpaku kepada lafazh tanpa berusaha menyentuh makna. Harus
dibedakan antara makna dan arti! Boleh jadi seseorang paham artinya,
namun tidak berusaha memahami makna yang ada dibalik arti.
Jika
tadi dikatakan bahwa otak kanan itu cenderung membayangkan, maka otak
kiri cenderung memikirkan. Percaya atau tidak, menghafal Al-Quran dengan
cara memikirkan lafaz-lafaznya tidak semudah menghafal dengan memahami
maknanya (mentadabburi) terlebih dahulu.
Beberapa Perangkat Mentadabburi Al-Quran:
- Al-Quran terjemah
- Buku Asbabun Nuzul (Sebab-sebab diturunkannya ayat), dan
- Buku Tafsir Al-Quran
Mentadabburi
berbeda dengan menafsirkan; letak perbedaannya ada pada pengetahuan
kita tentang makna. Tadabbur adalah mengetahui makna Al-Quran secara ijmaliy (global), sedangkan Tafsir secara tafshiliy (terperinci), itu yang pertama. Kedua,
menafsirkan membutuhkan syarat-syarat khusus, supaya tidak melampui
maksud Allah Swt yang tersirat di dalam ayat. Adapun tadabbur tidak
membutuhkan syarat-syarat khusus, cukup memahami makna ayat secara umum
dengan husnul qasdi (itikad yang benar dan baik). Allah berfirman: “Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?”. Ketiga,
seringkali tafsir dimaksudkan hanya untuk sekedar mengetahui makna,
sedangkan tadabbur dimaksudkan untuk mengambil manfaat dari ayat dan
mengaplikasikannya ke dalam kehidupan agar berbuah perangai yang baik,
amal shalih dan keimanan.
Salah satu contoh bentuk tadabbur ayat Al-Quran:
Di Al-Quran banyak sekali terdapat potongan ayat “Innallaha yuhibb…” “innallaha laa yuhibb…” yang berarti “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang…” dan “Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang…”.
Anda dapat mengambil secarik kertas dan menulis ayat-ayat tersebut
setiap kali Anda mendapatkannya. Bagian depan kertas Anda tulis dengan
ayat “Sesungguhnya Allah menyukai…” dan bagian yang lain Anda tulis dengan kebalikannya.
Tempel
kertas itu di dinding kamar atau rumah Anda, dan pastikan kertas itu
menjadi sarana untuk evaluasi diri. Apakah hari ini kita sudah melakukan
apa yang Allah sukai? Dan apakah hari ini kita sudah menjauhi apa yang
Allah tidak sukai?
Dengan cara tersebut, semoga Al-Quran tidak
hanya menjadi penghias suara kita, tapi juga dapat menjadi amal nyata.
Kenapa mesti ada amal nyatanya? Sekarang saya ingin bertanya, dapatkah
Anda membayangkan rumah yang penuh tikus? Bagaimana cara mengusir
tikus-tikus itu? Banyak cara, salah satunya dengan menempel poster
kucing dimana-mana. Anda yakin dengan cara itu berhasil? Mungkin saja,
sekali atau dua kali tikus akan takut, tapi kemudian Anda akan dapati
tikus itu menari-nari di atas poster kucing, kenapa? Dan saya yakin Anda
tahu jawabannya.
Sesungguhnya setan tidak pernah takut kepada
banyaknya hafalan seorang muslim! Tapi setan hanya takut dengan hafalan
yang berwujud ke dalam keseharian seorang muslim. Pengaruhnya terlihat
dalam tutur kata dan tingkah lakunya. Muslim seperti inilah yang
ditakuti setan dan mengancam eksistensinya. Inilah salah satu alasan
kenapa tadabbur itu penting, alasan lainnya adalah, agar hafalan kita
menjadi lebih kuat.
Pintu Masuk Lain
Ada
pintu lain untuk masuk ke dalam pikiran bawah sadar. Apa itu? Dan saya
yakin Anda sudah tahu! Pengulangan! Yang pengulangan! Pengulangan dalam
menghafal Al-Quran biasa dikenal dengan istilah Muraja’ah. Banyak
orang tergesa-gesa menghafal Al-Quran dengan harapan supaya cepat hafal
semuanya. Hal ini sulit, kenapa? Karena memang aturan otak memungkinkan
seseorang untuk cepat lupa, Sebagian besar memori menghilang dalam
hitungan detik. Di sinilah pentingnya Muraja’ah atau mengulang.
Semakin seseorang mengulang, semakin mudah dia melantunkan bacaan
Al-Qurannya, tanpa perlu berfikir “bagaimana bunyi ayat selanjutnya?”
Hal
ini dapat dicontohkan dengan seorang anak yang berusaha belajar sepeda.
Pada mulanya ia akan merasa kesulitan, ia akan sering melihat pedal
sepedanya, apakah kakinya pas berada di atas pedal atau tidak, begitu
pula ketika mengendalikan stang sepeda, mulanya ia akan merasa kaku.
Seiring berjalannya waktu, ia tidak perlu lagi repot melihat ini dan
itu, semuanya berjalan secara otomatis. Cara mengemudikan sepeda sudah
tersimpan di dalam alam bawah sadarnya. Kaki dan tangannya bergerak
secara otomatis tanpa perlu dipikir lagi.
Jangan remehkan pengulangan! Tahukah Anda bahwa Islam mengajarkan kita bahwa pengulangan itu penting? Rasulullah Saw bersabda: “Jangan menganggap remeh terhadap perbuatan sekecil apa pun, sekalipun hanya menyalami saudaramu dengan wajah yang cerah.” (HR. Muslim)
Dalam surat 24 ayat 15 yang artinya “Dan kamu menganggapnya ringan saja, padahal dia pada posisi Allah adalah besar”.
Perhatikan
juga dzikir kita; kalimat Tasbih dan sebagainya. Kenapa kita diperintah
untuk mengucapkannya berulang-ulang? Pasti ada hikmahnya bukan?
Seberapa
banyak kita mengulang lebih penting dari seberapa banyak kita menjejal
pengetahuan ke dalam otak, karena manusia berubah bukan karena banyaknya
pengetahuan. Kita adalah apa yang kita lakukan berulang-ulang, dan
Aristoteles menegaskan lewat ungkapannya “keunggulan adalah sebuah
kebiasaan”, dan kebiasaan tidak lain adalah hasil dari pengulangan.
Karenanya ada pepatah “pratice make perfect“, bisa karena terbiasa.
Kesimpulannya,
supaya kita terbiasa, kita butuh pengulangan dalam hal apapun itu,
termasuk dalam menghafal Al-Quran. Dari sini sangat tidak diharapkan
jika ada seorang muslim yang berkata “Saya sudah tahu”. Pengulangan akan
membuat Anda bertindak. Pengulangan juga menambah pemahaman baru. Jadi
hal terpenting adalah bukan sudah tahu atau tidaknya, tapi mau atau
tidak diingatkan (mengulang kembali).
Tentukanlah visi Anda dari menghafal Al-Quran, singkatnya adalah, tanyakan pada diri Anda “Mau diapakan Al-Qurannya kalau sudah di hapal?”.
Ingatlah bahwa Setiap perkataan dimaksudkan untuk dipahami
makna-maknanya, bukan untuk sekedar dihafal, dan Al-Quran lebih utama
untuk dipahami (ditadabburi) makna ayat-ayatnya sebelum perkataan
lainnya. Terakhir, Jangan jadikan Al-Quran hanya sebagai buku yang
banyak beredar, namun jarang dipahami!.(dakwatuna)